Total Kemacetan

Jumat, 20 Mei 2011

Nasionalisme

"kalau udh sukses diluar negri,knp kok mau pulang ke indo ya?*kl aku,ogah deh..(efek ntn kick andy)"
Itu adalah sebuah status dari seorang teman di facebook. Kemudian saya balas dengan singkat "klo rasa nasionalis-nya hilang, mungkin gak akan pernah pulang  &menjadi WNA :D"

Jujur saja saya gak setuju dengan pendapatnya, karena :

  1. Kondisi Indonesia sekarang memang kacau balau, dalam artian merosotnya kepercayaan kepada elite politik yang semakin menjadi-jadi dari hari ke hari.
  2. Merosotnya kepercayaan kepada elite politik dikarenakan banyak kasus yang tak terselesaikan, melonjaknya harga barang, meningkatnya pengangguran, perolehan pendapatan yang kadang tak seimbang dengan pengeluaran, dan masalah-masalah lainnya.
  3. Orang-orang Indonesia yang belajar ataupun bekerja di Luar Negeri biasanya bukan karena faktor benci dengan negaranya, tapi karena sebuah pilihan. Mungkin di negeri ini wadah untuk orang-orang pintar, yang kompeten, dan sebagainya belum tersedia. Sehingga saat ada tawaran untuk ke sana, dengan fasilitas yang menjanjikan, kenapa tidak? Tapi, saya yakin rasa nasionalisme mereka meskipun di negara asing tetap ada kecuali yang memang ingin pindah kewarganegaraan. 
Pernah membaca orang Indonesia(INA) yang terpaksa menjadi warga negara Rusia. Karena saat Beliau mengikuti pertukaran pelajar kesana (tahun 60an) terjadi kasus Gestapu di INA, suasana kacau, dan saat akan pulang ke INA passport beliau ditolak/tidak valid, dan akhirnya selama puluhan tahun tidak bisa pulang sehingga mau tidak mau Beliau harus menjadi WNA. Meskipun sekarang telah bergelar professor & sukses, tapi dalam hati kecilnya tetap merasa sedih karena tujuan mengikuti pertukaran pelajar tersebut ingin menyumbangkan ilmu demi membangun negeri ini.

Kesimpulannya, menurut saya, jika rasa nasionalisme terkikis, maka yang tertinggal hanya rasa egois

Rabu, 11 Mei 2011

Penjara Banceuy - sekarang

Setelah membaca buku "Wajah Bandung Tempo Dulu"-nya Haryanto Kunto, yang ingin saya lihat adalah bekas penjara Banceuy yang disebutkan dalam buku telah dihancurkan dan yang tertinggal hanya kamar tahanan no.5 bekas Bung Karno.

Akhirnya kesempatan itu datang dengan tidak disengaja karena saya dan kawan terpaksa harus jalan kaki melewati Banceuy dari arah Braga, demi sebuah kata 'penghematan'. Saya mengutarakan niat  untuk melihat bekas penjara tersebut yang ternyata di-amini oleh kawan saya.

Saat tiba di komplek toko, saya melihat ada sebuah bangunan seperti penjara yang terletak dipinggir Jl. Banceuy (gambar di bawah ini). Langsung saja saya mengeluarkan kamera saku dan jeprat-jepret memotret, sambil bilang dengan yakinnya kepada kawan saya bahwa itulah sisa penjara Banceuy.


Ternyata, kawan saya tidak percaya dengan apa yang saya katakan. Tanpa basa-basi dia langsung bertanya pada seorang Ibu penjual kaki lima. Dan, dengan suara keras Ibu tersebut berkata bahwa yang saya foto bukan penjara Banceuy. Karena penjara Banceuy berada di dalam komplek pertokoan. Arah lurus dari bangunan itu, kemudian belok kanan.

Malu? nggak dong ...masa malu. Saya bilang saja dengan santai  bahwa bangunan tersebut sepertinya bekas tempat penjaga, semacam pintu gerbang gitu. Kalau disebut hanya bangunan biasa, kenapa harus dipagar dengan rantai seperti itu (sebuah pembelaan...hehehe)


Nah, ini dia kamar tahanan bekas Bung Karno. kondisinya masih bagus, hanya didalamnya kurang perawatan (terdapat sampah) dan bekas coretan. Entah siapa pelakunya, mungkin sang pelaku belum bisa menghargai sejarah.





Di belakang kamar tahanan terdapat sebuah tugu atau entahlah, tidak ada keterangan tentang bangunan ini dan tidak ada sumber yang bisa ditanya.